Senin, 23 Oktober 2023

Kata Pengantar Buku Tarian Aksara Penuh Makna

Dahulu aku sering bertanya sendiri; kalau puisi itu berwujud, akan seperti apakah dia? Matahari? Bulan? Bintang? Gunung? Laut? Bertahun lalu aku temukan puisi memancar mancar dari matamu, masuk ke dalam tubuhku. Seperti yang kau duga pada akhirnya aku tahu puisi tak pernah punya rupa. Ia rasa yang menggenang, meluap di jemari kenangan. Kenangan bernama engkau." - Helvy Tiana Rosa


Dengan tengadah kepada sang Pemilik Maha karsa, ku ucap syukur atas segala karunia yang tercurah limpah. Rasa syukur pula  sebagai gelombang penghambaan yang senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya. Shalawat beserta salam, senantiasa tercurah kepada Baginda tercinta yakni Nabi Muhammad SAW.

Keberuntungan terbaik adalah mendapatkan pengalaman, kesempatan, serta penghargaan yang diberikan oleh orang lain. Memiliki kesempatan untuk menggoreskan pena dalam buku ini, merupakan keberuntungan yang sebelumnya tak pernah mampir di labirin ingatan.

Penuh kagum layak saya Idghom kan sebagai bentuk penghargaan tertinggi dari sanubari atas lahirnya sebuah karya Tarian Aksara Penuh Makna. Bilur-bilur kata tertata menjadi sekumpulan bait yang penuh senandika. Geguritan ini adalah irama yang mampu menggugah rasa di pucuk Padma. Pula, buku ini lahir dengan arupa makna sebagai ke-khasan yang berpadu dan saling merestu.

Dalam buku ini disajikan lebih dari 80 judul puisi yang ditulis oleh 21 penulis luarbiasa. Masing-masing puisi menjadi etalase  yang patut disinggahi. Setiap puisi ditulis dengan apik dan padat makna sehingga membuat liar sang bola mata, menatap, merapal dengan rasa pesta pora.

Kemudian, izinkan saya memenggal satu judul dari cuplikan kumpulan puisi ini. 

Inilah aku hanya ingin menulis puisi

Karena puisi adalah inspirasi

Datang dari hati untuk dinikmati

Untaian kata indah dalam irama dan diksi

Aku ingin berpuisi dan menghibur diri

Menikmati bait-bait puisi

Yang penuh kalimat memikat

Hingga sampai aku terjerat

Aku hanya ingin merangkai kata

Walau tidak seindah syair pujangga

Aku merasa bahagia dan bangga

Dengan puisi aku bisa berkarya

Dari larik puisi tersebut, suasana hati penulis dapat tergambar. Nampak sederhana namun padat makna, sehingga pembaca memahami tanpa terbebani.

Selamat dan sukses atas terbitnya buku ini. Satukan rasa untuk terus berkarya agar buah pena ini mampu mengembara ke seantero dunia. Sebagai penutup, rasa bahagia ini akan saya laras kan dalam bait puisi. 

Rasa kagum mengembara dari pelataran logika

Merapal makna dari setiap bait yang menggebu, penuh candu

Izinkan aku menggedor ribuan rasa

Menerbangkan segala lara dengan arupa pesona

Dan aku berkawan dengan gembira yang jumawa

Hingga semesta bertanya, apa gerangan yang membuatmu gembira?

Jawabku "Satu Karya Indah dari Para Penulis Nusantara".

Maesaroh, M.Pd

Guru, Penulis Buku, Blogger, dan Trainer.




Sabtu, 09 September 2023

Ayat Cinta Untuk Yogyakartaa

Mengenang kembali tentang Yogyakarta, seperti menyeduh ingatan di larik rasa. Banyak episode yang patut dirindui yang bahkan aku cemburui dari dilatasi waktu. Bagaimana tidak, ingatan itu hampir usang tatkala sang kaki terakhir menginjak  Jogja tahun 2010 lalu.

Masa itu adalah 10 tahun yang lalu ketika masih menyandang gelar mahasiswa sarjana. Meski tak berkuliah di Jogja tapi hampir setiap bulan derap langkah kaki ini menuju Jogja demi eforia ruang rindu kepada sang adik yang berkuliah disana. Sebut saja diriku dengan sebutan ‘Neneng Kurir’ dimana setiap bulan aku harus mengirim  uang untuk adik perempuanku. Bak  menelan asam garam sejatinya selalu ada cerita manis dan pahit di setiap perjalanan antara Lebak-Yogjakarta.

Patut ku hitung rupa ingatan, bagaimana sang kaki mengembara ke setiap sudut Jogja termasuk ke beberapa tempat wisata. Di antara sekumpulan destinasi wisata, yang paling piawai berkawan di ingatan adalah taman wisata Kali Urang. Sensasi adrenalin yang begitu besar pernah aku pertaruhkan di tempat wisata ini. Dimana ketika itu aku ditemani teman adikku diajak mendaki ketinggian lereng Gunung Merapi. Betapa pengalaman ini menciptakan deret nafas null or constant, tebing yang licin serta jarak yang panjang membuat langkah kaki terasa berat.

Suasana dingin yang acap kali mengkuliti nadi, seakan menusuk tulang belulang menjadi kaku tak berdaya. Tak sia-sia pendakian panjang itu terbayar ketika sudah sampai di ketinggian lereng merapi. Sajian panorama yang memanjakan mata, belaian angin yang menambah irama gembira, seakan menyekat embargo jalan pulang, hehe. Setalah 2 jam berada di bukit Kali Urang, akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke tempat kost adikku. 

Tak lengkap rasanya jika Jogja tak memberiku arupa cerita tentang Kraton dan Malioboro. Iyes, keduanya adalah destinasi wisata terfavorit yang pernah aku kunjungi dahulu. Sang Malioboro adalah pesona yang menunjukan kearifan budaya begitu kentara. Aku pernah berkencan dengan gudeg dan pecel Jogja yang rasanya manjalita, sensasi manis pada pecel dan gudeg, seperti meninggalkan aroma semanis madu. Tempe bacem adalah makanan favoritku, rasanya yang unik membuat lidah semakin tertarik. Apalagi jika disandingkan dengan nasi kucing yang dimakan di angkringan. Lezatnya seperti jatuh cinta untuk sekian dekade. 

Tak kalah menarik, bakpia Jogja adalah mantan terindah di lidahku. Ingatanku mencatat jika aku pernah jatuh cinta pada gigitan pertama kepada sang Bakpia. Seandainya bisa ku pindahkan, ingin rasanya ku boyong pabrik Bakpia untuk kubawa ke suku Baduy, haha. Terimakasih Malioboro, hadirmu membawa sejuta cerita untuk seluruh wisatawan yang mengunjungimu. Seandainya di izinkan kembali ke Jogja, maka aku takan melewatkan kesempatan untuk mencuci mata dan mencuci isi dompet.

Jujur kukatakan, Jogja selalu menawan hatiku dalam kerinduan. Terlalu banyak ayat cinta jika harus dijabarkan. Semua tentang Jogja membuatku jatuh cinta.

Meski aku pernah mengunjungimu sepuluh tahun lalu, namun Jogja memberiku banyak cerita. Cerita itu seperti hikayat prosa yang kelak di sadur  dalam kehidupan anak cucu kita. Setiap langkah masih teringat jelas betapa lika-liku itu sungguh menyenangkan, bahkan sempat menyedihkan. Dari sinilah perjalanan panjang  itu di mulai yang mengajariku betapa dunia ini luas akan segala keindahan, rintangan, kebahagiaan, bahkan kesedihannya.

Tak semudah seperti sekarang, dulu pada tahun 2010 mendapatkan tiket kereta itu begitu sulit. Antrian yang begitu panjang dengan jumlah orang yang mencapai ratusan. Sangat berbeda dengan sekarang dimana bisa membeli tiket secara online dan di tukar di stasiun. Kalau saja terlalu lama di antrian, kita pun tertinggal oleh jadwal keberangkatan kereta. Iyes meskipun sampai saat ini sedikit sulit mendapatkan tiket kereta dengan rute pulau jawa. Biasanya untuk mencapai Jogja aku harus berangkat dari Lebak jam 2 siang dan tiba di jakarta Pasar Senin jam 5 sore. Rute Kereta Senin-Lempuyangan berangkat jam 19.00, ada waktu sekitar kurang lebih 2 jam untuk solat, makan dan persiapan pemberangkatan/menunggu kereta. 


Tut...tut..tuuuuutt sirine kereta mulai disuarakan sebuah tanda si ‘ulat baja’ siap melayani penumpang. Dengan segera aku langkahkan kaki dan memasuki. Dari tiket yang kita pegang sudah terdapat petunjuk akan tempat yang kita duduki mulai dari nomor gerbong hingga nomor kursi. Jagijug gujag-gijug kereta berangkat.... seperti lirik lagu yak, hihihi...

Aku pun melewati malam panjang dengan tidur di kereta. Perjalanan yang lelah dengan pundak yang berat, pipi yang sembab dan mata yang loyo karena tak sebegitu nyenyak dengan tidur di atas kasur. Akhirnya  aku lewati perjalanan itu dimulai dari Stasiun Lempuyangan menuju Jakarta. Memorable experience yang ku dapati disini yaitu hampir tak kutemui angkot karena setiap perjalanan dilewati menggunakan ‘bus trans’ yang berhenti dari halte ke halte. Betapa bahagia tinggal di Jogja meski hanya menikmati sebulan sekali tetapi segala kenangan ini begitu memorable. Begitulah Jogja, lidah ini kelu jika harus mengukir semua cerita tentang Jogja.

Sore itu adalah perjalananku dari Jogja menuju Lebak. Kaki tegap berdiri menunggu sang ulat baja tiba di stasiun Lempuyangan. Dengan  decak semangat ingin segera kembali ke kampung halaman. Sekitar jam 5 sore kereta pun mulai disiapkan. Kaki  bergegas memasuki gerbong dan mencari tempat duduk. Suasana yang begitu riuh, bising, padat berdesak antara penumpang dan pedagang. Dulu penumpang berjualan bebas di kereta, mereka menjajakan dagangan mereka dari Jogja sampai Cirebon.


Di stasiun Cirebon mereka singgah dan kembali menaiki kereta menuju Jogja sebagai arah pulang. Sore itu suasana sangat tidak nyaman seperti sebuah  firasat buruk hendak terjadi. Mulai dari tempat duduk yang amat sesak dengan penumpang, dan pedagang yang hilir mudik setiap detik. Karena kursi panjang berhadapan tempat duduk yang penuh dengan penumpang, aku pun duduk di kursi paling ujung. Rasanya tak terima dengan suasana ini tapi aku tak bisa egois karena mereka para penumpang di samping dan di depanku sudah separuh baya. Aku pun harus mengalah walau sudah terbayang kelelahan yang harus ku tanggung dalam semalam. Tak ada celoteh yang bisa ku suarakan karena tak mengenal salah satu pun dari mereka, aku hanya duduk dengan memainkan jari pada handphone. Waktu itu HP tak secanggih saat ini, salag satu Hp tercanggih bermerk Nokia.

Malam semakin gulita, ku tengok jam di HP menunjuk angka 11, aku putuskan untuk tidur sekejap karena duduk di kursi paling ujung tak akan  se-nyenyak tidur di kursi yang menempel pada dinding kereta. Tidurku terus terjaga setiap suara masih terdengar riak. Setiap gerakan masih terasa, namun entah di menit ke berapa  aku pun terpulas. Tak lama setelah itu kereta terdiam ternyata kami sudah sampai di Cirebon. Kereta biasanya berhenti pada jam 12 malam di Cirebon dengan jeda yang lama sekitar satu jam. Karena tersadar kereta tak bergerak aku pun terbangun dan melihat sekitar. 

Pada saat itu ‘I was very shocked’ tas selempangku terbuka, kemudian kuraba semua isi tas and Oh My God, seseorang mencuri dompetku hiks..hik...hiks. Rasanya sangat panik ingin menangis, menjerit tak tahu harus bagaimana? Tapi rasa malu lebih besar dari rasa marah. Semua penumpang di sampingku bertanya ‘Ada apa Mbae?’ tanya wanita renta di sebelahku ‘dompet saya hilang Bu, sepertinya saya kecopetan’ jawabku panik. Mereka kemudian menatapku iba dan terus bertanya, Mba’e pulangnya kemana? Masih Jauh ora? Punya Saudara  di Jakarta? Semua pertanyaan itu aku jawab setelah menghela nafas panjang.

Seulas cerita tentang si dompet, jadi ketika aku pulang dari Jogja hanya dengan bekal uang lima puluh ribu sisa membeli tiket. Uang itu sudah aku perhitungkan dan pasti cukup untuk pulang ke Lebak, karena bagi mahasiswa, naik angkutan umum biasanya bayar setengah harga. Aku pun masih bingung memikirkan bagaimana cara pulang, sama sekali tak ada uang sepeser pun. Dompet dengan segala kartu kosongnya raib di tangan orang jail. 

Gumamku dalam hati ‘Kasian banget kamu copet, dapat dompet isinya cuma gocap, ada atm saldonya kosong pulak haha..haaa. Di tengah larutnya aku lamunan, tiba-tiba mereka saling berbisik dan ternyata mereka memberiku uang yang cukup untuk untuk pulang. Maha Besar Allah dengan segala pertolongan-Nya. ‘Mbae iki cukup ora? Kalo gak cukup ta tambahin lagi? Tanya si wanita renta di sampingku sambil menyodorkan uang sejumlah 300.000 rupiah. Seketika aku menangis haru betapa pertolongan Allah itu nyata.

Aku hanya kehilangan uang Rp 50.000, dan mereka ganti dengan uang Rp 300.000. Rasa haru campur bahagia sampai tak kuasa berkata apa-apa, aku cium tangan mereka semuanya seperti baktiku pada orangtua. Air mata pun mengalir dengan deras tanpa tertahan. Demi Allah sampai detik hingga kutuliskan cerita ini takan pernah melupakan jasa mereka, semoga Allah balas dengan segala kebaikan dan kemurahan rejeki meski tak saling mengenal, meski hanya bertemu sakali seumur hidup pada-Mu kupintakan untuk kebaikan untuk hidup mereka.

Dari kejadian itu aku pun tak sanggup melanjutkan tidurku hingga waktu menujukkan pukul 3 dini hari. Sang kereta kemudian tiba di Stasiun Pasar Senin. Sedikit lega akhirnya aku sampai di Jakarta dan hanya  beberapa jam lagi perjalananku menuju Lebak. Dari stasiun Pasar Senin aku melanjutkan perjalananku menuju Stasiun Tanah Abang, aku putuskan untuk menaiki oplet 05 Jurusan Senin THB. Setibanya di Tanah Abang aku belanjakan uang tiga ratus ribu itu dengan membeli baju dan macam oleh-oleh. Hatiku bergumam ‘Lucu sekali sekali cerita hari ini, malam kecopetan dan pagi berbelanja hahahaha. Zaman dulu uang tiga ratus ribu rasanya senilai dengan lima ratus ribu, dan untuk kelas mahasiswa seperti aku rasanya masih jarang pegang uang dengan nilai ratusan pada masanya. Beda lah yak dengan uang zaman now, uang tiga ratus ribu hanya cukup untuk ongkos pulang pergi Jakarta-Lebak.

Cerita ini rasanya masih seperti anekdot, biasanya aku hanya mendengar  cerita orang kecopetan. Tapi, Masya Allah ternyata aku juga harus mengalaminya. Dari sini aku benar-benar memahami bahwa pertolongan Allah itu benar nyata, dan datang dengan sekejap apabila kita berserah diri. Allah dulu, Allah lagi dan Allah terus. Insyaallah yakini, pertolongan itu benar-benar nyata.



 









Minggu, 12 Februari 2023

Rumah Baru Astuti

 Cuaca berganti masa, udara menyusut mewarnai getir hati Astuti. Tiba pada episode yang memaksa iar matanya jatuh berdesakan membasahi pipi. 

Terasa sesak nafasnya dihari Sang Bunda harus diantarkan menuju tempat peristirahatan terakhirnya. Ada kehilangan yang tertangkap saat Astuti menyelami hatinya. 

Setelah acara pemakaman selesai, Astuti dan adik-adiknya berkumpul dan menentukan sikap mengenai urusan Sang Bunda ketika masih hidup, entah itu hutang piutang atau lainnya. Sebagai anak pertama ia memegang kemudi atas ibundanya. Mengatur segala hal yang berkaitan dengan sang bunda yang pula dilakukan dengan bekerjasama dengan adik-adiknya. Hukum Islam menjadi acuan dalam pembagian warisan. Sehingga adik Astuti yang laki-laki lah yang mendapat hak waris paling banyak.


Jarak antara Jakarta-Solo cukup meminjam waktu begitu jauh, sehingga setelah acara pemakaman selesai, sepenuhnya Astuti serahkan kepada sang adik. Ia kebaikan untuk bunda akan datang dari setiap kelopak doa anak soleh nan solehah. Astuti selalu mengkhususkan doa untuk bundanya setelah solat fardhu. Astuti mempercayakan pembagian warisan kepada adiknya yang nomor dua. 

Hasil dari Musyawarah dengan keluarganya yaitu mereka sepakat untuk menjual rumah bunda kepada adik nya. Masya Allah, rumah warisan yang dijual itu benar-benar menjadikan keberkahan bagi Astuti. Astuti pun kemudian menjadikan hasil warisan bunda untuk ia gunakan membangun rumah di Solo. Astuti merasa begitu bersyukur atas segala kesibukan dan urusan yang dia lakukan banyak sekali keberkahan yang ia reguk. Akhirnya rumah baru yang digadang-gadang oleh Astuti selama belasan tahun, terwujud setelah ia mendapat hak waris sepeninggalan sang bunda.

Rumah kontrakan yang begitu kecil, adalah saksi dimana ia menguatkan hati untuk berproses dengan lebih keras dalam membangun impiannya. Ada hal yang menggelitik hati Astuti. Ia merasa kesal karena si pemilik kontrakan itu menaikan harga pertahun dengan berlipat ganda. Hal itu memantik semangat Astuti agar bekerja dengan lebih semangat dalam mengumpulkan pundi-pundi rupiah.

Semangat Astuti bak lampu pijar di tengah kota. Gemerlap menghiasi dinding hati. Tekadnya dalam setiap hal seolah keajaiban yang tak boleh dilewatkan. Disamping rasa semangat yang begitu menggebu, Astuti kemudian menemukan gerimis yang membasahi dasar hatinya. Ia terluka dengan perlakuan suaminya yaitu Pak Ardani. Di waktu yang serupa, Pak Ardani pun membagi hasil warisan peninggalan orangtuanya. Namun uang warisan itu seolah tak ingin diketahui Astuti. Padahal di sisi lain, Astuti begitu mati-matian memikirkan pembangunan rumah mereka. Hal itu membuat Astuti begitu sesak. Ia ingin marah tapi terasa pasrah. Akhirnya Astuti bersikap masa bodo terhadap Pak Ardani.

Astuti menghargai Pak Ardani sebagai suami, namun rasa jengkel tetap bersemayam di hati Astuti, dan kemudian Astuti bertekad jika rumah baru mereka selesai, maka kedua anak tirinya yang sudah dewasa dan sudah bekerja tidak boleh tinggal bersama mereka lagi. Hal itu Astuti kemukakan sebagai ultimatum untuk Pak Ardani atas kejengkelan yang selama ini Astuti pendam. Uang warisan yang didapatkan Pak Ardani disinyalir dipakai untuk membelikan rumah anaknya. Tujuan Pak Ardani memang bijak, dengan maksud menyelamatkan harta warisan dari orangtua, maka uang itu harus kembali berupa tanah atau rumah.

Astuti begitu memahami akan keinginan suaminya, namun kejengkelan itu bertambah tatkala Pak Ardani membeli rumah tua yang begitu lapuk. Jangankan ditinggali, dilihat saja begitu rapuh. Akhirnya rumah itu hanya dipakai sebagai gudang saja. Pikir Astuti kenapa uang warisan itu tak dipakai untuk membantu membereskan pembangunan rumah mereka. 

Senin, 06 Februari 2023

Puisi Part 6

 13.Kesalehan Sosial


Kesalehan sosial, lahir atas  nalar nan elegan

Sudahkah nuansa gempita melekatkan cita-cita?

Sebagai padang bunga yang semerbak 

ranum nan anggun 

Menggenggam ladang pahala dalam taman pengetahuan


Sang malam menjadi ratapan dalam bermunajat

Memohon dengan ritual kuat

Agar selamat dunia akhirat 

Tetapi lalai ketika ada yang sekarat.


Kesalehan individu ditampakkan

Haji dan umroh dilaksanakan 

Shalat ditegakkan sebagai jembatan penghambaan

Tetapi lupa pada  kaum duafa dalam jajaran


Puasa, salat sunnah ditasbihkan

Membaca Quran rutin dilantunkan 

Berdoa dan memohon keselamatan

Namun, lupa kapan mau berbagi makanan.



Kutipan


"Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat kepada orang lain”. (HR. Ahmad).


Surakarta Hadiningrat 05012023


14.Ilmu dan Adab


Ilmu dan adab...

Jubah kehormatan hamba Allah

Mereka yang berakhlak adalah kelopak mulia

Rendah hati dan melontarkan kepingan rindu pada Illahi.


Nampak anggun dalam kesederhanaan 

Mengubur khilaf  dan  kemaksiatan 

Memburu harta ikuti nafsu setan

Menebar senyum penuh doa untuk kesehatan

Mengagungkan surga sebagai jalan tujuan.


Orang berilmu dan beradab 

Memiliki perhiasan tawadhu mu dan rendah hati

Betapapun melimpahnya kekayaan yang ia miliki, ‎Betapapun tingginya ilmu yang ia punyai, 

Betapapun terhormatnya jabatan ‎yang ia duduki,  Hakekatnya semua itu adalah anugerah serta amanat yang ‎Allah berikan


Kutipan

 

“Dan tidak ‎ada orang yang tawaduk (rendah hati karena Allah), melainkan Allah akan ‎mengangkat derajatnya”. (HR. Muslim)‎


 Surakarta Hadiningrat 05012023


15. Berzikir


Ketika hati dalam kegelisahan 

Berpeluk lah kembali pada Asma 'Astagfirullah'

Kala hati terkoyak sesak penuh dosa

Berpeluk lah pada sujud teradu dalam zikir

Tatkala masalah melintang dalam kehidupan

Berpeluk lah dalam rongga zikir

Manakala rebah lelah mu begitu gulita

Berpeluk lah dalam kehambaan lafadz zikir.

 

Hati yang luka merupa kepompong, akan lapang dengan berzikir

Batin yang tergerogoti  rasa jumawa akan lapang dengan berzikir p

Pikiran yang melayang atas kehampaan terobati dengan berzikir

Jaga kebersihan atma dengan berzikir.


Meraih kepasrahan diri dengan sarana zikir

Keresahan jiwa dibasmi dengan sarana zikir

Kegersangan atma yang melanda tercerahkan dengan sarana zikir.


Betapa berzikir menjadi solusi terbaik

Hamba Allah yang taat dan cerdas mengamalkan ritual Berzikir

Ya Allah kuatkan iman kami  agar selalu mengingat- Mu dengan berzikir.   


Kutipan 


“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah.  Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (Q.S. Ar-Ra’du: 28)


Surakarta Hadiningrat 05012023

Puisi Part 5

 10. Burung Hantu dan Kelelawar 


Burung Hantu dan Kelelawar 

Dua makhluk Allah yang istimewa 

Si burung hantu hanya bisa menatap lurus ke depan

Si Kelelawar  memiliki kaki yang kecil dan rapuh. 

Mereka tak pernah mengeluh.


Burung Hantu dan Kelelawar 

Dua makhluk Allah yang dimuliakan

Si burung hantu bisa memutar kepala 270 derajat 

Si Kelelawar diberi otot yang kuat ketika bergelantungan 

Itulah cara Allah memberi solusi. 

Satu kesulitan, bersamanya Allah sertai dua kemudahan

Allah juga akan menyertai setiap masalah kita dengan dua solusi

Sungguh Allah Maha Luas Rahmat-Nya.


Surakarta Hadiningrat 04012023



11. Cinta Sepenuh Hati

Jika cinta sudah menjelma, bayangan pun menjadi di aroma tanpa irama

Karena cinta menyulam rasa menepis ragu yang menggelayuti 

Ada candu mengundang temu, bergumam di liang batin

Merasuk dalam sukma bersemayam di dada.

Kala cinta sepenuh jiwa

Di nadi mengurat cemburu, menggores rasa melukis warna

Wajahnya bak lampu dengan binar yang paling dirindukan

Gelisah, manakala berjauhan.


Dalam cinta sepenuh hati, semesta dan nurani bak sungai bintang di siang hari

Alunan nada-nada cinta terlontar bak emoji di layar virtual

Menembus hati yang paling dalam.


Cintailah sepenuh hati, seperti cinta ibu kepada anaknya

 Cinta yang tulus tanpa pamrih, meski kerap tak terjawab

Cinta yang ikhlas tanpa batas, meski sering tak terbalas

Cintailah apa yang ada di bumi.



Kutipan 


Cinta adalah kebergantungan hati kepada sesuatu, yang menyebabkan kenyamanan hati saat berada di dekatnya, dan gelisah saat jauh darinya. 


(Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy, Al-Hubb fi al-Qur'an wa Daur al-Hubb fi Hayat al-Insan, hlm. 18).


Surakarta  Hadiningrat 04012023

 

12 Jangan Hinakan Diri

Jangan lakukan kejahatan

Karena hatimu akan gersang

Jiwamu resah, batinmu gundah

Tidur tak nyenyak makan tak tertelan 

Pahit tersisa di tepi kerongkongan.


Atribut kekayaan duniawi sirna

Jiwamu bercabang di batas halusinasi

Hatimu bertepuk riuh,  atas lakumu nan Jumawa.

Ada perasaan salah menghantui batin,

Ragamu bersuara, tapi hatimu mati bak sebuah keranda yang siap dikebumikan.

Sesungguhnya 

Kemuliaan yang sudah Allah berikan kepada kita hendaklah kita jaga. Jangan pernah kita menghinakan diri dengan melakukan tindakan tidak terpuji. 

Sungguh, harga diri atau kehormatan itu sangat mahal harganya.


 Kutipan


" Kebaikan itu adalah sesuatu yang membuat jiwamu tenang dan hatimu tentram, sedangkan kejahatan (dosa) adalah sesuatu yang menggelisahkan hati dan menyesakkan dada”. (HR. Ahmad dan Al-Darimi)


Surakarta Hadiningrat 04 012023

Minggu, 05 Februari 2023

Puisi Part 4

 9. Doa


Doa adalah puisi yang mengembara

Ia menjelma sebagai wujud syukur, melebur kufur

Doa ialah upaya penghambaan yang nyaris sempurna

Sarana komunikasi antara manusia dan Sang Pencipta.


Berdoa

Ritual sakral peneguh iman

Bagian dari cara bermunajat

Agar kepada-Nya kita selalu dekat.


Doa

Bak jembatan penghubung 

Bisa dikabulkan bisa bertolak

Terkabul di dunia atau di akhirat. 

Tetaplah berdoa

Tak ada doa yang sia-sia 




Kutipan ayat



"Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (ke jalan yang sesat), seolah- olah ia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang yang melampaui batas apa yang  mereka kerjakan." (QS Yunus; 12).


Surakarta Hadiningrat 04012023

Puisi Part 3

 7. Niat dan Motivasi


Niat

Ia adalah petuah yang beresonansi dalam nadi

Ia hadir di sanubari, sebagai penegak hati

Memunculkan motivasi tergerak. 


Niat

Ialah kobaran semangat yang menguatkan tekad

Memantik sebuah keinginan atas nama kesungguhan

Meraih asa melontarkan bahagia.


Niat

Satu keinginan yang mulia

Mengubur angkara yang meletup-letup

Membangun Asma atas keagungan Allah SWT.


Niat

Urusan hati yang sulit dideteksi 

Menghantarkan keteguhan dan ketulusan

Menarik nilai positif mengharap rida Allah.


Motivasi 

Berkawin dengan niat, menggema dalam hati

Bersentuhan dengan nurani 

Meluruskan asa yang kan diraih.


Motivasi 

Gerakkan langkah 

Mencapai satu tujuan 

Adanya niat dan kesungguhan.



Luruskan niat 

Kuatkan motivasi 

Ingat kelak niat itu lah didapat 

Semua tercatat karena niat.



Surakarta Hadiningrat 04012023


8.Dunia Kita


Dunia

Ibarat Sangkakala, ditiup makin meletup

Bak Ombak dalam palung samudra, meluap

Bertambah rakus diminum

Bertambah dahaga dibuatnya.


Dunia kita...

Bak layar kaca virtual, penuh tipu daya

Bila kita tak waspada

Tak akan pernah jumpa ceria.


Dunia

Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), 

maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. 

Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahanam, dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. 

Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh- sungguh  sedangkan dia beriman, 

maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dgn baik" (QS Al-Isra: 18-19).


Surakarta Hadiningrat 04 012023.

Kata Pengantar Buku Tarian Aksara Penuh Makna

Dahulu aku sering bertanya sendiri; kalau puisi itu berwujud, akan seperti apakah dia? Matahari? Bulan? Bintang? Gunung? Laut? Bertahun lalu...