Jumat, 23 April 2021

Menggali Mental dan Naluri seorang Penuis

 


“Kalau kamu bukan anak raja

 dan engkau bukan anak ulama besar,

 maka jadilah penulis”

Imam Al-Ghazali

 

Satu kata mengawali tulisan ini Bismillahirrahmanirrahim, yakinlah setiap tulisan akan menemui takdirnya meski tak sekarang mungkin besok atau lusa, tak perlu tergesa-gesa, biarkan mengalir seperti hujan, dan dalam seperti berlian. Yang perlu dilakukan hanyalah  mempertahankan komitmen dalam menulis meski ditemani terik yang menjemput dahaga, namun ketika kita mulai mencintai sebuah tulisan maka menulis seperti mendatangkan hujan yang   mengobati sang  dahaga. Sulit  memang, tetapi ketika kita  membiasakan diri merangkai kata, melatih diri agar sekali duduk langsung melahirkan sebuah artikel maka hal itu akan membawa kita pada Mental dan Naluri Menulis yang baik. Dengan segala upaya saya bulatkan tekad untuk mengikat setiap makna hidup dalam sebuah tulisan, agar kelak ada jejak cerita yang di albumkan. Seperti pepapathnya Imam AL-Ghazali jika engkau bukan anak raja atau anak ulama besar maka jadilah Penulis. So, keep writing!

Ditta Widya Utami S.Pd., Gr adalah sosok yang akan diukir dalam narasi yang saya tulis siang ini. Ia adalah seorang guru yang dilahirkan 31 tahun yang lalu tepatnya 1990. Sosok wanita cantik nan cerdas ini mengajar sebagai guru IPA di SMPN 1 Ciendeuy Subang. Ia adalah seorang penulis hebat dengan segudang karyanya seperti: Precious, Mengapa Tak Kau Tanyakan Saja, Djogja Backpacker, Lelaki di Ladang Tebu, Membongkar Rahasia Menulis dan Sepenggal Kisah Corona dan masih banyak lagi buku berjenis Antologi yang bisa kita jelajahi lewat blognya https://dittawidyautami.blogspot.com/p/profil.html .

 

Dengan sapaan hangat dan gaya bahasa yang santun ia menuturkan bahwa teknik menulis dan mental seorang penulis adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Ibarat jiwa dan raga teknik menulis dan mental penulis, keduanya harus ada agar penulis dan tulisannya bisa "hidup". Teknik menulis disini adalah kemampuan seseorang dalam menulis. Mulai dari pemilihan kosa kata, kemampuan membuat outline, pemahaman mengenai gagasan utama, berbagai jenis tulisan, serta pengetahuan lain yang bersifat teknis. Sedangkan mental penulis merujuk pada kondisi psikologis atau batin si penulis itu sendiri. Ia lanjut menuturkan bahwa ada empat hal yang dibutuhkan penulis dintaranya;

Pertama, seorang penulis harus memiliki mental yang siap untuk konsisten. Konsisten disini adalah kemamuan menulis yang continue dalam situasi apapun dan dalam keadaan apapun

Kedua, ketika seorang penulis mempublish tulisan kita maka  harus siap dikritik karena tulisan kita sudah bersifat tulisan milik umum. Kritikan itu  berbentuk dua macam  kritik membangun positif atau negatif. Apabila seseorang memberikan kritik negatif dalam tulisan kita, maka kita harus jadikan kritikan itu sebagai lecutan untuk menulis lebih baik lagi

Ketiga, seorang penulis harus siap ditolak media atau penerbit. Ini merupkan hal yang biasa bagi penulis pemula. Namun, ketika kita mengalami penolakan maka jangan pernah berputus asa bangkit dan teruslah menulis.

Keempat, seorang penulis harus bisa menjadi dirinya sendiri, walau terkadang kita harus bercermin dari oranglain, namun semakin sering kita menulis maka kita akan menjadi diri kita sendiri.

 

Dengan bahasan yang lugas ia lanjut memaparkan bahwa seorang penulis memiliki 4 macam tipe

1.      Tipe Penulis Dying Water atau penulis yang sekarat. Termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang lemah secara teknik pun lemah mentalnya sebagai seorang penulis. Tipe ini bukan berarti tak mampu membuat tulisan. Hanya saja, diperlukan upaya ekstra agar orang-orang ini "mau" hidup sehat kembali untuk menulis.

2.      Tipe Penulis Dead Man adalah seorang penulis yang tidak diketahui keberadaannya. Tulisannya terkubur di folder laptop, terbungkus dalam lembaran diary. Atau notes yang ada di hp dan karyanya belum terpublish.

3.      Tipe Penulis Sick People  ini adalah  orang yang masih lemah teknik menulisnya namun sudah cukup memiliki mental seorang penulis sehingga sudah berani mempublish tulisannya. Mereka sudah siap jika ada yang mengkritik, mengomentari tulisan mereka dan sejatinya sadar masih terdapat kekurangan dalam tulisannya.

4.      Tipe Penulis Alive yaitu penulis yang tulisannya hidup dan senantiasa berkarya seperti jantung yang terus berdetak saat pemiliknya bernyawa. Ia dikatakan  "ahli" menulis (kuat teknik) serta kuat mentalnya. Mereka menjadikan tulisan sebagai kebutuhan primer. Ibaratnya, jika tak makan akan lapar. Begitu pula mereka yang hidup dalam menulis. Akan lapar menulis bahkan jika sehari saja tak membuat tulisan. Ciri yang paling kentara dari kelompok ini tentu saja seperti juara lomba menulis, bukunya tembus di jurnal nasional, di media massa, dsb. Kelompok Alive ini termasuk kategori pembelajar sejati seperti; Omjay, Mr. Bams, Bu Kanjeng, Pak H. Thamrin, moderator hebat  Bu Aam.

 

Bicara tentang tipe penulis, ia pun menuturkan bahwa teknik menulis akan membaik jika kita sering berlatih menulis. Mental penulis akan terbentuk ketika kita terus melatih diri mempublikasikan tulisan kita untuk dibaca oleh orang lain.

 

Sebuah tulisan akan mengalir dengan indah apabila kita memiliki dorongan hati dalam menulis, ia mengungkapkan segala keresahannya dalam balutan tulisan inilah yang disebut dengan ‘Naluri’. Naluri mampu mengantarkan seseorang untuk  mengubah dunia dengan tulisan dan mengubah orang-orang melalui goresan tintanya. Seseorang  yang memiliki naluri penulis, akan mengoptimalkan seluruh inderanya sehingga bisa menghasilkan karya berupa tulisan.

 

Lantas bisakah kita menjadi seorang Penulis? Tentu saja sangat bisa. Kenali diri Anda dan lingkungan Anda, lalu buatlah tulisan. Maka karya karya yang kita hasilkan akan mengasah naluri penulis dalam diri kita. Dalam hati kecil saya bertanya, lalu jika saya adalah seorang penulis, maka seperti apakah saya? Maka saya harus menjadi penulis Alive.



Penulis yang tanpa goresannya hari-hari menjadi bosan. Penulis yang tanpa karyanya merasa teracuhkan seperti petuahnya Fatimah Mernissi “Usahakan menulis setiap hari. Niscaya, kulit Anda menjadi segar kembali akibat kandungan manfaat yang luarbiasa” Salam Literasi!

 

 

Salam Pena Milenial!

Maydearly89

Resume : Ke-9

Maesaroh M.Pd

Tema : Mental dan Naluri Penulis

Narasumber :Ditta Widya Utami

Lebak, 23 April 2021

 

 

20 komentar:

  1. Kapan ya saya bisa mengungguli Bu may, padahal td saya udah siap- siap lgsng ketik stlh grup dibuka. Eh ternyata keduluan jg. Bu may SPT kijang ..memang tiada duanya😚😚

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh, saya jadi malu bu. Maaf ya bukan nya curi star😀😀 hanya ingin membiasakan diri selesai cepat.

      Hapus
  2. Waduh ini memang super duper, cepat, tepat, mantap resumenya👍

    BalasHapus
  3. Aku padamu bu ketua....🤗🤗selalu mantul.,..keren resume ny bu may. .👍👍

    BalasHapus
  4. Selalu mantap jiwa dan cetar membahana😍👍

    BalasHapus
  5. Selalu terpesona kala baca resume bu maesaroh...sll terdepan...👍🏻

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih bunda, semoga bunda tak pernah bosan untuk mampir😍🙏🏼

      Hapus
  6. Resumenya bagus 👍🏻
    Lengkap dengan penjelasan tentang 5 mental penulis (meski di sini hanya disebutkan 4) yang narsum berikan linknya. Jika benar, Bu May telah menyimak pula video tentang mental seorang penulis.

    Bahasanya sudah mengalir dan enak dibaca. Plus ditambah beberapa info baru, terasa lebih segar.

    Terima kasih sudah membuat resumenya, Bu. 🙏🏻

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah singgah dan komen di blog saya bu Ditta cantik😍😍

      Hapus
  7. Hebat Bu May. Tulisan nya enak dibaca. Bisa belajar dari tulisan Bu May....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih bu Hadijah sudah mampir, terimakasih juga untuk krisannya🙏🏼

      Hapus
  8. Balasan
    1. Terimakasih sudah mampir bunda😍😍 tulisan nya masih jelek kalau ikut lomba😀

      Hapus
  9. Tak bisa di ungkapkan dengan kata2 👍👍👍

    BalasHapus
  10. Bahasanya ok punya & resumenya lengkap. Bu May memang hebat..

    BalasHapus

Kata Pengantar Buku Tarian Aksara Penuh Makna

Dahulu aku sering bertanya sendiri; kalau puisi itu berwujud, akan seperti apakah dia? Matahari? Bulan? Bintang? Gunung? Laut? Bertahun lalu...